Sabtu, 12 Januari 2013

Majalah Sastra Indonesia Horison dari Nomor Perdana No.1 Th.I terus berurutan s/d no.18 Th.II – Djuli 1966 – Desember 1967. Majalah yang kelahirannya dibidani oleh Bapak sastra Indonesia HB. Jassin disamping Mochtar Lubis dan Taufiq Ismail.


No.1 Th.I (Nomor Perdana yang sangat langka) - Djuli 1966

No.2 - Th.I  - Agustus 1966

No.3 - Th.I  - September 1966
No.4 - Th.I  - Oktober 1966
No.5 - Th.I  - Nopember 1966

No.6 - Th.I  - Desember 1966


No.1 - Th.II  - Djanuari 1966


Majalah Sastra Indonesia Horison dari Nomor Perdana No.1 Th.I
terus berurutan s/d no.18 Th.II – Djuli 1966 – Desember 1967.
Majalah yang kelahirannya dibidani oleh Bapak sastra Indonesia HB. Jassin disamping Mochtar Lubis dan Taufiq Ismail.
Koleksi lengkap nomor perdana yang mungkin keberadaannya hanya ada segelintir saja atau mungkin satu-satunya di Indonesia dalam keadaan lengkap - No.1Th.I hingga No.18 Th.II

RIWAYAT MAJALAH HORISON  
Gagalnya Gerakan 30 September PKI yang terkenal dengan julukan G-30-S/ PKI, pada tahun 1965, menghancurkan cita-cita dan ambisi Lekra.
Di tengah menyongsong datangnya zaman yang menjanjikan zaman budaya baru itu, menjadi wajar, jika berbagai gagasan untuk menerbitkan majalah yang mampu mengekspresikan kemerdekaan berpikir dan berbicara itu datang berbaur-baur.
Majalah Horison diterbikan bulanan. Untuk itu, didirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Indonesia, selaku penerbit majalah sastra ini. Yayasan itu diketuai Mochtar Lubis dengan sekretaris Arief Budiman dan berdiri pada tanggal 31 Mei 1966 dengan Akta Notaris W. Silitonga, No. 54.

Dalam rapat Yayasan tanggal 3 Juni di rumah Mochtar di Jalan Bonang 17 dibentuk susunan pengasuh majalah terdiri dari: Mochtar Lubis sebagai Pemimpin Umum/Penanggung Jawab, dengan anggota HB Jassin, Zaini, DS Moeljanto, Taufik Ismail, dan Arief Budiman.
Pada pertengahan Juli 1966, Horison nomor perdana terbit. Gambar sampulnya hanya selembar kertas koran yang dihiasi reproduksi hitam putih poster Sriwidodo, berdasarkan sajak Taufiq Ismail yang populer masa itu. "Karangan Bunga" yang fotonya dibuat DA Peransi. 

Pada halaman dalam, Mochtar menulis kata pengantar,
"Bersama ini kami perkenalkan kepada Saudara pembaca yang budiman, majalah kami Horison, sebuah majalah sastra yang memuat cerita-cerita pendek, sajak-sajak,esei, dan kritik, yang kami harap akan cukup bermutu untuk seterusnya dapat memikat perhatian dan kasih sayang Saudara pada majalah ini. ...
Majalah Horison kami lancarkan ke tengah masyarakat kita, di tengah-tengah suasana kebangkitan baru semangat untuk memperjuangkan dan menegakkan kembali semua nilai-nilai demokratis dan kemerdekaan, martabat manusia Indonesia. Dalam perjoangan untuk membina tradisi-tradisi demokratis, penghormatan pada pemerintahan berdasarkan hukum, penulisan hak-hak manusia dan membina masyarakat yang adil dan makmur, maka majalah Horison memilih bidang sastra sebagai arena perjuangannya".

Nomor perdana itu juga diisi esei Wiratmo Soekito yang diangkat dari risalah "Perjoangan Kebudayaan Kita" (yang sebelumnya terbit di bawah tanah, setelah Manikebu dilarang) dengan judul "Konsepsi Kita Bukan Hanya Ideologi, Tapi Idea". Mochtar Lubis, Hamzad Rangkuti, Ras Siregar, dan Umar Kayam yang waktu itu menjadi Dirjen Radio, Televisi dan Film tak ketinggalan ikut meramaikan dengan cerpen-cerpennya—karangan-karangan itu sebagian besar merupakan sisa naskah yang belum sempat dimuat dari Sastra, karena kebetulan HB Jassin adalah bekas redaktur Sastra.

Bukan kebetulan, cerpen Umar Kayam yang dimuat berjudul "Chief Sitting Bull" yang bersuasanakan Amerika. Arief Budiman sementara itu menulis esei berjudul "Dimensi yang Hilang dalam Religi". " Majalah Horison sudah lama dinanti-nantikan penerbitannya oleh masyarakat, lebih-lebih oleh para penggemar kesusastraan ".

Untuk melihat gambar yang lebih besar / lebih jelas,
click pada gambar yang akan dilihat. 


Harga: Rp 350 rb. untuk semuanya 18 edisi (No.1 s/d 18 lengkap berurutan).
                                (Sudah termasuk ongkos kirim lewat TIKI JNE)
Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian,
pengiriman barang, cara pembayaran dll.
silahkan hub. HP. 0813.1540.5281

Minggu, 06 Januari 2013

Katalog kuno th.1937 dari Agfa, peralatan Fotografi dari masa kolonial Belanda di Indonesia (Nederlandsch Indie)











Sebuah Katalog kuno th.1937 dari Agfa, peralatan Fotografi dari masa kolonial Belanda di Indonesia. Agfa N.V. merupakan sebuah perusahaan multinasional yang menghasilkan berbagai macam produk fotografi
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1867.
Agfa N.V. sudah memasarkan berbagai macam produk fotografi seperti Kamera dan Proyektor Film sejak jaman kolonial Belanda di Indonesia (Nederlandsch Indie)
Bermarkas di Belgia, perusahaan ini mempekerjakan 13.565 karyawan terhitung sampai pada bulan Desember 2007.

Di Katalog ini bisa di lihat berbagai macam produk fotografi seperti Kamera dan Proyektor Film yang pernah di gunakan di Indonesia.
Sebuah Katalog kuno Indonesia yang langka, mengenai Fotografi, Kamera, dan Proyektor Film.

Agen tunggal  yang memasarkan produk fotografi dari Agfa N.V. di Nederlandsch Indie adalah GEO. WEHRY & Co.
Geo Wehry adalah satu di antara lima perusahaan konglomerat Belanda. Empat perusahaan lainnya adalah NV Borsumij Maatschappij, NV Lindeteves Stokvis, NV Jacobson van den Berg dan NV Rotterdam Internatio, Mereka menguasai jaringan perdagangan, produksi, jasa, industri, serta distribusi di Nederlandsch Indie (Indonesia) dan juga di sejumlah Negara pada masa sebelum Perang Dunia II.

Kantoor Pusat Geo. Wehry & Co. di Batavia

Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian,
pengiriman barang, cara pembayaran dll.
silahkan hub. HP. 0813.1540.5281
Pengiriman ke luar kota, tambahkan sedikit ongkos kirim
untuk biaya TIKI atau Posindo.

Sudah Terjual

Rabu, 02 Januari 2013

Buku jadul tentang Indonesia, berisi Foto-foto jadul dari awal sampai akhir buku. Diterbitkan th.1952 oleh G. Silitonga, R. Soekardi dan S. Tambunan


Naskah asli lagu Indonesia Raya - th.1952

oleh N.V. Penerbitan W. Van Hoeve - Bandung  's-Gravenhage 1952

Jang Mulia Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia jang pertama,
lambang persatuan bangsa indonesia jang telah mengorbankan segala-galanja
untuk mentjapai kedaulatan bangsa dan negara, telah bersabda pada hari 
Ulang tahun kelima Republik Indonesia, jakni pada 17 Agustus 1950:
"hanya dengan persatuan jang erat dan segenap tenaga seluruh bangsa 
dapat kita djadikan Indonesia suatu negara jang besar dan terhormat".

Jang Mulia Drs. Mohammad Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia
jang mengetuai Delegasi Republik Indonesia dalam Konperensi Medja Bundar 
di Negeri Belanda dan karena kebidjaksanaannja telah tertjapai persetudjuan
jang mengakibatkan pengakuan Negeri Belanda atas kedaulatan Repubik Indonesia


Suasana jang sangat menarik hati disalah satu rumah tangga di Pasundan.
Mereka sedang merajakan pesta Khitanan. 
Dua orang anak jang berpakaian setjara Hadji itulah jang hendak disunat-rasulkan.
Walaupun mereka akan menderita kesakitan, mereka tetap riang gembira.
Mungkin karena melihat pelbagai makanan jang serba lezat itu.

Kota Bandung jang mendapat nama jang harum.
Siapakah diantara pembatja jang tidak ingin mengundjunginja?
Di sebelah kanan adalah sebagian dari sebuah Hotel jang setara mutunja
dengan Hotel apapun diluar negeri (Hotel Savoy Homann).
50 tahun jang lalu Bandung masih suatu kampung besar,
dalam waktu jang singkat telah mendjadi suatu kota besar
jang berpenduduk lebih kurang 500.000 djiwa. 


Lihatlah disini suatu bentuk sandiwara rakjat jang sesuai dengan tjiptaan zaman baru.
Sandiwara seperti jang ada diatas disebut "Ketoprak".
Penduduk kampung di Djawa Barat gemar sekali akan "ketoprak" ini.
Dimainkan dengan lantjarnja. pemain2 melepaskan utjapan2 
jang menjebabkan penonton2 tertawa gelak-gelak.


Siapa diantara pembatja datang mengundjungi ibu kota Djakarta, 
dipersilahkan pergi ke Glodok sewaktu malam.
Suka membeli oleh-oleh bagi anak-isteri?  Semuanja tersedia!
Suka makanan jang lezat?  Restoran jang terkenal menunggu kedatangan saudara.

Maluku terkenal karena musik sulingnja.
Saudara2 ini lebih senang memakai sulingnja dari pada memakai
tromba / trompet jang modern dari dunia Barat.
Tjoba lihat teman jang bule di tengah-tengah itu. Alangkah gembiranja.

Buku jadul tentang Indonesia, berisi Foto-foto jadul dari awal sampai akhir buku.
Diterbitkan th.1952 oleh G. Silitonga, R. Soekardi dan S. Tambunan
Oleh Penerbitan W. Van Hoeve - Bandung  's-Gravenhage

Kondisi buku: sangat bagus untuk ukuran buku tua, 
halaman lengkap, jilid utuh, buku masih ketat dan kuat, silahkan lihat gambar diatas.
Tebal 96 halaman, dengan banyak sekali foto-foto dan gambar2 ilustrasi didalamnya,
silahkan lihat beberapa contoh pada sebagian gambar yang ada diatas.

Untuk melihat gambar yang lebih besar / lebih jelas,
click pada gambar yang akan dilihat. 

Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian,
pengiriman barang, cara pembayaran dll.
silahkan hub. 0813.1540.5281

Sudah Terjual