Senin, 17 April 2017

Java 1926, foto-foto dari awal s/d akhir buku





Buku di publikasikan oleh Biro Resmi Pariwisata/Turisme
di Weltevreden (sekarang area Jakarta Pusat)
Foto dan cetak oleh G. Kolff  di Batavia - Java

         Semarang tempo dulu

Kantor Pusat jawatan Kereta Api Hindia Belanda di Semarang
(sekarang adalah gedung Lawang Sewu)

Gedung Balai Kota - Batavia lama
(sekarang Museum Fatahilah di Jakarta-Kota Tua)

Lintasan Kali di Molenvliet Batavia
(sekarang kali Ciliwung di tengah jl. Gajah Mada dan jl. Hayam Wuruk)

Bagian dalam (interior) dari Gereja Portugis di Batavia lama
(sekarang Gereja Sion di jl. Pangeran Jayakarta)

Tugu Peringatan Peter Eberveldt di Batavia lama
(sekarang sudah tidak ada lagi / di bongkar - lokasi di jl.Pangeran Jayakarta)

Hotel Des Indes - pemandangan dari ruang makan utama

Hotel Des Indes di Weltevreden - Batavia - Java

Monumen untuk mengenang Jendral Michiels, Waterlooplein, Weltevreden
Jenderal Andreas Victor Michiels, seorang jenderal Belanda yang tewas oleh sniper Bali 
saat memimpin invasi Belanda ke Kerajaan Buleleng pada tahun 1849.
  (sekarang sudah tidak ada / dirubuhkan th.1943 oleh Jepang - lokasi Lapangan Banteng Jakarta Pusat)


Klub Militer - Concordia Society Club
(di jl. Veteran - Jakarta Pusat - sudah dirubuhkan pada th.1960)

 
Botanical Garden Buitenzorg dan Governor General Palace
(sekarang Istana dan Kebun Raya Bogor)

Native street restaurant - Warung makan penduduk asli pribumi

Bandoeng - Bandung

Grand Hotel Preager di Bandung
Hotel First Class di masa itu - masih berdiri sampai saat ini

Hotel Homann di Bandung - masih ada sampai saat ini

Warung penduduk asli pribumi

Mengumpulkan daun teh di Jawa barat

Gubernur Jenderal Hindia Belanda th.1921-1926 Dirk Fock

Kuil / Kelenteng Chinese di Bandung dan anak-anak pribumi

Dicetak oleh: G. Kolff & Co. di Batavia, Java

Peta pulau Jawa ukuran besar yg terlipat di bagian akhir buku.


Buku kuno langka tentang Pariwisata di pulau Jawa pada masa kolonial Belanda.
Tebal: 329 hal.
Hard Cover.
Dicetak oleh: G. Kolff & Co. di Batavia, Java, Th.1926
Bahasa Inggris (bukan Belanda)
Ratusan foto-foto di masa th.20-an yg terdapat pada awal sampai akhir buku,
dengan Peta pulau Jawa ukuran besar yg terlipat di bagian akhir buku.
Silahkan lihat sebagian kecil dari foto-foto tsb. pada gambar di atas.

Pariwisata di Indonesia  di Masa Penjajahan Belanda:
Kegiatan kepariwisataan di Indonesia dimulai dengan penjelajahan yang dilakukan pejabat pemerintah, missionaris atau orang swasta yang akan membuka usaha perkebunan di daerah pedalaman.
Para pejabat Belanda dikenai kewajiban untuk menulis laporan pada setiap akhir  perjalanannya. 
Pada laporan itu terdapat keterangan mengenai peninggalan purbakala, keindahan alam, seni budaya masyarakat Nusantara.

Pada awal abad ke-19, daerah Hindia Belanda berkembang menjadi suatu daerah yang mempunyai daya tarik luar biasa bagi para pengadu nasib dari negara Belanda.
Mereka membuka lahan perkebunan dengan skala kecil. Perjalanan dari satu daerah ke daerah lain, dari Nusantara ke negara Eropa menjadi hal yang lumrah, sehingga dibangunlah sarana dan prasarana untuk penunjang kegiatan tersebut.

Kegiatan Kepariwisataan masa penjajahan Belanda dimulai secara resmi sejak tahun 1910-1912, setelah keluarnya keputusan Gubenur Jendral atas pembentukan Vereeneging Toeristen Verkeer (VTV) yang merupakan suatu biro wisata pada masa itu. 
Kantor tersebut  juga digunakan oleh Maskapai swasta Belanda KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvart Maatschapijj) yang memegang monopoli kawasan Hindia Belanda saat itu.

Meningkatnya perdagangan antar benua Eropa , Asia dan Indonesia pada khususnya, dan lalu lintas manusia yang melakukan perjalanan untuk berbagai kepentingan.
Untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang melakukan perjalanan ini, maka didirikannya pertama kali suatu cabang Travel Agent di Rijswijkstraat - Batavia (sekarang jl. Majapahit - Jakarta Pusat) pada tahun 1926 yang bernama Lissone Lindemend (LISIND) yang berpusat di Belanda. 
Tahun 1928 Lislind berganti menjadi NITOUR (Nederlandche Indische Touristen Bureau) yang merupakan bagian dari KNILM.
Saat itu, kegiatan pariwisata lebih banyak didominasi kaum kulit putih saja, sedangkan untuk bangsa pribumi bisa dikatakan tidak ada. Perusahaan  perjalanan wisata saat itu tidak bisa berkembang karena NITOUR dan KNILM memegang monopoli.

Pertumbuhan Hotel untuk mendukung Pariwisata di Indonesia sesungguhnya mulai dikenal sejak abad ke-19, meskipun terbatas pada beberapa hotel seperti: di Batavia berdiri Hotel Des Indes, Hotel der Nederlanden, Hotel Royal dan Hotel Rijswijk.
Di Surabaya berdiri Hotel Sarkies, Hotel Oranye, dan di Semarang didirikan Hotel Du Pavillion.
Kemudian di Medan berdiri Hotel de Boer, Hotel Astoria, dan di Makassar Hotel Grand dan Hotel Staat.
Fungsi Hotel pada masa-masa itu banyak digunakan untuk penumpang kapal laut dari Eropa.
Mengingat belum adanya kendaraan bermotor untuk membawa tamu-tamu tersebut dari pelabuhan ke hotel dan sebaliknya, yang digunakan adalah kereta kuda.

Harga: silahkan hub.
Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian, pengiriman barang,
cara pembayaran dll. silahkan hub. 0813.1540.5281 (Telp. atau WA)
atau e-mail: neneng123usman@gmail.com
Untuk melihat gambar yang lebih besar / lebih jelas,  
click pada gambar yang akan dilihat
 Sudah Terjual