Jumat, 20 Januari 2012

Buku catatan kuno jaman Hindia Belanda (Nederlandsch Indie) dari Keraton Solo, berlambang Pakubuwono X












Sebuah buku catatan kuno dari Keraton Solo, berlambang Pakubuwono X.
Dijilid dengan sampul dari beludru dan hard cover, yang mewah menurut ukuran jamannya.
Tulisan tangan dalam bahasa jawa kuno, kemungkinan sekali ini adalah buku catatan milik salah satu keluarga keraton atau mungkin juga milik pribadi dari Pakubuwono X.
Sayang sekali saya tidak mengerti bahasa Jawa kuno, jadi tidak tahu apa makna dari tulisan-tulisan yang ada didalam buku kuno ini.

Sri Susuhunan Pakubuwono X (lahir di Surakarta pada 29 November 1866 – meninggal di Surakarta pada 1 Februari 1939) adalah Raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893 – 1939.

Kisah Kelahiran
Nama aslinya adalah Raden Mas Malikul Kusno, putra Pakubuwono IX yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Kustiyah, pada tanggal 29 November 1866. Konon, kisah kelahirannya menjadi cermin ketidakharmonisan hubungan antara ayahnya dengan pujangga Ronggowarsito.

Dikisahkan, pada saat Ayu Kustiyah baru mengandung, Pakubuwono IX bertanya apakah anaknya kelak  lahir laki-laki atau perempuan. Ronggowarsito menjawab kelak akan lahir hayu.
Pakubuwono IX kecewa mengira anaknya akan lahir cantik alias perempuan.
Padahal ia berharap mendapat bisa putra mahkota dari Ayu Kustiyah.
Selama berbulan-bulan Pakubuwono IX menjalani puasa dan tapa brata berharap anaknya tidak lahir perempuan. Akhirnya, Ayu Kustiyah melahirkan Malikul Kusno. 

Pakubuwono IX dengan bangga menuduh ramalan Ronggowarsito meleset.
Ronggowarsito menjelaskan bahwa istilah hayu bukan berarti ayu atau "cantik", tetapi singkatan dari rahayu, yang berarti "selamat". Mendengar jawaban Ronggowarsito ini, Pakubuwono IX merasa dipermainkan, karena selama berbulan-bulan ia terpaksa menjalani puasa berat.
Ketidakharmonisan hubungan Pakubuwono IX dengan Ronggowarsito sebenarnya dipicu oleh fitnah pihak Belanda yang dari dulu sengaja mengadu domba keturunan dari Pakubuwono VI dengan keturunan keluarga Yosodipuro.

Masa Pemerintahan
Malikul Kusno naik takhta sebagai Pakubuwono X pada tanggal 30 Maret 1893 menggantikan ayahnya yang meninggal dua minggu sebelumnya. Masa pemerintahannya ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang cenderung stabil, di samping itu juga merupakan penanda babak baru bagi Kasunanan Surakarta dari kerajaan tradisional menuju era modern.

Pakubuwono X menikah dengan Ratu Hemas (putri Raja Hamengkubuwono VII) dan dikaruniai seorang putri yang bernama GKR Pembajoen
Meskipun berada dalam tekanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, namun melalui simbol budayanya Pakubuwono X tetap mampu mempertahankan wibawa kerajaan.
Pakubuwono X sendiri juga mendukung organisasi Sarekat Islam cabang Solo,
yang saat itu merupakan salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia.

Pakubuwono X meninggal dunia pada tanggal 1 Februari 1939. 
Ia disebut sebagai Sunan Panutup atau Raja Besar Surakarta yang terakhir oleh rakyatnya.
Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar Pakubuwono XI.
Pada 8 Nopember 2011 yang baru lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Sri Susuhunan Pakubuwono X. 

Anugrah tersebut diterima langsung oleh Dr.BRA. Mooryati Soedibyo sebagai cucu dari Paku Buwono X dan Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat sebagai cicitnya. 
Setidaknya ada lima alasan yang membuat Pakubuwono X pantas dianggap sebagai pahlawan nasional. Antara lain peran aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, pelopor pembangunan sosial ekonomi, pendidikan rakyat, pembentukan jati diri bangsa, dan berperan dalam integrasi nasional.

Untuk melihat gambar yang lebih besar / lebih jelas,
click pada gambar yang akan dilihat.

(Bonus: foto Pakubuwono X yang tertempel pada sebuah dokumen kuno)

 

Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian,
pengiriman barang, cara pembayaran dll.
silahkan hub. HP. 0813.1540.5281  .
atau e-mail: neneng1971@yahoo.com

Sudah Terjual

Tidak ada komentar:

Posting Komentar