Samsul Bahri dan Siti Nurbaya sedang menunggu
akan dijemput oleh pak Ali dengan Bendi (kereta kuda)
Datuk Meringgih menagih hutang kepada ayah Siti Nurbaya
Datuk Meringgih hendak memukul Samsul Bahri dengan tongkatnya
"Barangkali ia tidak cinta lagi kepadaku"
kati Siti Nurbaya sambil menutup mukanya.
tatkala dilihat oleh Nurbaya orang itu, berteriaklah ia minta tolong
serta berkuat hendak melepaskan dirinya
Siti Nurbaya dan Samsul Bahri berjalan-jalan
keliling kota Batavia/Djakarta
Terimalah olehmu hukumanmu!"
Samsul Bahri menembak Datuk Meringgih dengan pestolnya.
Makam keluarga Siti Nurbaya dan keluarga Samsul Bahri
yang diduga berada di Gunung
Padang, atau lebih sering di sebut dengan
Gunung Siti Nurbaya di
kecamatan Padang Selatan, Padang, Sumatra Barat
Buku Siti Nurbaya oleh Mh. Rusli - versi jadul th.1954.
Dihiasi dengan banyak lukisan sketsa yang menggambarkan jalannya cerita.
Tebal: 291 halaman.
Hard Cover tua aslinya, ditambahkan sedikit lakban hitam untuk memperkuat jilid,
Buku Siti Nurbaya versi jadul th.1954 adalah barang langka saat ini
Siti Nurbaya (ejaan lama Sitti Noerbaja)
adalah sebuah novel Indonesia yang ditulis oleh Marah Rusli.
Novel ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional negeri Hindia Belanda, pada tahun 1922.
Penulisnya dipengaruhi oleh perselisihan antara kebudayaan Minangkabau dari Sumatera bagian barat
dan penjajah Belanda, yang sudah menguasai Indonesia sejak abad ke-17.
Pengaruh lain barangkali pengalaman buruk Rusli dengan keluarganya;
setelah memilih perempuan Sunda untuk menjadi istrinya,
keluarganya menyuruh Rusli kembali ke Padang dan menikah dengan perempuan Minang yang dipilihkan.
Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsul Bahri dan Sitti Nurbaya,
yang hendak menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsul dipaksa pergi ke Batavia.
Tidak lama kemudian, Nurbaya menawarkan diri untuk menikah dengan Datuk Meringgih (yang kaya tapi kasar)
sebagai cara untuk ayahnya hidup bebas dari utang; Siti Nurbaya kemudian dibunuh oleh Datuk Meringgih.
Pada akhir cerita, Samsul Bahri yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda,
membunuh Datuk Meringgih dalam suatu Revolusi tetapi kemudian meninggal akibat luka-lukanya.
Ditulis dalam bahasa Melayu yang baku dan termasuk teknik penceritaan tradisional seperti pantun,
novel Sitti Nurbaya menyinggung tema kolonialisme, kawin paksa, dan kemodernan.
Novel yang disambut baik pada saat penerbitan pertamanya ini
sampai sekarang masih dipelajari di SMA-SMA se-Nusantara.
Novel ini pernah dibandingkan dengan Romeo dan Juliet karya William Shakespeare serta legenda Cina Sampek Engtay.
Untuk melihat gambar yang lebih
besar / lebih jelas,
click pada gambar yang akan
dilihat.
Keterangan
lebih lanjut mengenai pembelian, pengiriman barang,
cara pembayaran dll.
silahkan hub. 0813.1540.5281
Tidak ada komentar:
Posting Komentar