Tulisan 'koleksi tempo doeloe' pada buku hanya ada di Blog,
dan
tidak terdapat pada buku aslinya.
Tulisan 'koleksi tempo doeloe' pada buku hanya ada di Blog,
dan
tidak terdapat pada buku aslinya.
Diterbitkan th. 1912
Dengan 160 ilustrasi / gambar
Tebal 321 halaman dengan 160 ilustrasi gambar. Hardcover.
Menceritakan secara lengkap dan detail tentang keadaan di pulau Jawa,
lebih dari 100 tahun yang lalu.
Kondisi:
bagus, halaman lengkap, jilid utuh, mulus,
tidak ada lobang bekas kutu buku..
Dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Belanda.Nama Java telah menjadi daya tarik bagi orang Barat sejak saat kaum pendatang dari Eropa
pertama kalinya tiba untuk mencari rempah-rempah.
August de Witt berkunjung ke Jawa pada awal abad ke-20, dalam rangka tugasnya
sebagai wartawan Singapore Strait Times yang berpusat di Singapura.
Ketika August de Witt datang untuk melakukan tour nya di pulau Jawa pada dekade pertama abad ini dia menemukan,
tidak hanya dongeng, legenda dan mimpi, tetapi juga sebuah negara manufaktur yang makmur dan sibuk.
Ia tiba pada saat fase penting dari perkembangan di pulau jawa, ketika rezim kolonial Belanda
baru saja memulai 'Politik Etis'.Tidak hanya membayar 'utang' untuk kaum petani miskin
tapi juga untuk memfasilitasi kepentingan kapitalisme pada industri modern.
August De Witt melakukan penyelidikan yg lebih mendalam dan tidak membatasi dirinya
hanya dengan kalangan Belanda atau kalangan Bangsawan Jawa, tetapi juga pengamatan
pada rakyat biasa dan kehidupan sehari-harinya.
Sebuah catatan yg memberikan informasi yang lengkap dari pengamatannya
pada kalangan Bangsawan dan Petani di Jawa, melalui berbagai ilustrasi gambar.
Ia menyajikan sebuah dokumen sosial yang penting dan menarik
dari satu masyarakat yang sedang didalam transisi / perubahan.
ia
menceritakan ketika mendarat di Tanjung Priok, dari mana-mana muncul para
pembantu
dengan
koper-koper dan para penumpang karena pelabuhan sudah semakin dekat.
Tidak
lama kemudian kapal berhenti, kami dengan perasaan lega memasuki dermaga
Tanjung Priok.
Lalu
kami naik kereta api yang segera bergerak melaju kencang melintasi pemandangan
alam yang liar,
separuh hutan dan separuh rawa.
Setelah
menumpang kereta api dari stasiun Tanjung Priok menuju Batavia,
perjalanan
dilanjutkan dengan menggunakan kereta kuda menuju daerah Rijswijk (sekarang
Jl. Veteran).
Penulis
menceritakan tentang 'rijsttafel' : persiapannya yang menjadi misteri,
serta diselenggarakan pada jam 12 siang.
serta diselenggarakan pada jam 12 siang.
Ada
dua hal yang menarik perhatiannya yaitu pertama, hidangan tersebut disajikan
tidak di ruang makan biasa melainkan di bagian belakang.
tidak di ruang makan biasa melainkan di bagian belakang.
Ia
tertarik pada pakaian yang dikenakan para pelayan pribumi yang menghidangkan
rijsttafel itu.
Mereka mengenakan pakaian potongan semi Eropa yang dikombinasi
dengan sarung dan ikat kepala:
hidangan
pedas itu disajikan bolak-balik dengan nyaris tak bersuara oleh para pelayan
pribumi dengan kaki telanjang
serta berpakaian separuh Indies, separuh Eropa.
Tentunya
aneka hidangan rijsttafel itu sendiri juga menarik perhatian August de
Witt.
Hidangan
utamanya nasi dan ayam. Yang juga dilengkapi dengan aneka lauk pauk yang berupa
daging asap,
ikan dengan berbagai bumbu kari, saus, acar, telor asin, pisang
goreng, dan tak ketinggalan sambal ati ayam,
semuanya diberi bumbu cabai.
Pengalaman
yang tak terlupakan adalah ketika ia untuk pertama kali mencicipi sambal.
Bibirnya
langsung gemetar kepedasan. Leher terasa panas seperti terbakar
sehingga
harus diguyur air minum, sementara air mata bercucuran.
Untuk melihat gambar yang lebih
besar / lebih jelas,
click pada gambar yang akan
dilihat.
Keterangan lebih lanjut mengenai pembelian, pengiriman barang,
cara pembayaran dll. silahkan hub. 0813.1540.5281